mencari keuntungan dunia dengan beramal
 "Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan." (Q.S. Huud : 15)

Beramal shalih dengan harapan untuk mendapatkan dunia termasuk salah satu bahaya besar yang bisa mengancam keimanan seorang hamba. Yakni seseorang beramal shalih semata-mata supaya mendapatkan harta melimpah, pekerjaan mapan, jabatan tinggi, dan semisalnya. Tidak terbersit dalam hatinya harapan kehidupan akhirat. Ia lalai dan lupa kepada kenikmatan Jannatun Na'im.

Padahal ini adalah salah satu bentuk kesyirikan yang bisa menghilangkan kesempurnaan tauhid dan menghapuskan amal-amal shalihnya. Ini lebih berbahaya daripada riya'. Karena kalau riya', seseorang berharap pujian orang dalam satu amal dan tidak pada amal yang lain sehingga munculnya jarang-jarang; tidak terus menerus. Berbeda dengan orang yang niatnya memang untuk dunia atau disebut materialistik, seluruh amal dan perbuatannya didominasi harapan untuk kebaikan dan kesejahteraan dunianya semata.

Lebih jelasnya, jika seseorang beramal shalih dengan memperlihatkannya kepada manusia agar mereka memuji, menyanjung, dan memuliakannya maka ini adalah riya'. Ini juga termasuk bentuk iradatud dunia (menghendaki dunia dalam amal shalihnya). Karena ia berbuat di hadapan manusia agar mendapat penghormatan, pujian dan sanjungan.

Adapun orang yang menginginkan dunia dari amal shalihnya maka ia mengerjakan amal shalih bukan untuk mencari pujian manusia tetapi ia menarget hasil duniawi. Contohnya: orang yang menggantikan haji (menghajikan) orang lain untuk mendapatkan bayaran, berjihad untuk mendapat ghanimah, adzan supaya mendapat gaji, dan semisalnya.

Terdapat beberapa nash syar'i yang menerangkan nasib orang yang beramal shalih hanya untuk mendapat dunia, di antaranya:

Firman Allah `azza wa jalla, "Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperbolehkan di akhirat, kecuali  neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?" (Q.S. Huud : 15-16)

Dalam ayat lainnya, "Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (Q.S. Al-Isra'. : 18)

"Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyayangkan) di akhirat." (Q.S. Al-Baqarah : 200)

Dari Abi Hurairah ra, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang menuntut ilmu yang seharusnya untuk mengharapkan wajah Allah `azza wa jalla, akan tetapi dia tidak mencari ilmu kecuali untuk mendapatkan bagian dari kekayaan dunia maka dia tidak akan mendapatkan wanginya surga pada hari kiamat kelak." (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)

Dari Ka'ab bin Malik ra, ia berkata: "Siapa yang menuntut ilmu untuk menyaingi (mendebat) para ulama atau untuk menyombongkan diri di hadapan orang-orang bodoh, atau supaya orang-orang mendatanginya maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka." (H.R. Al-Tirmidzi)

Dari Jabir ra yang marfu' kepada Nabi ra, "Janganlah kalian mempelajari ilmu untuk menyaingi (mendebat) dengan ulama, menyombongkan diri di hadapan orang jahil, dan jangan pula untuk menjadi majelis pilihan. Siapa yang melakukan hal itu maka neraka baginya, neraka baginya." (H.R. Ibnu Majah)

Ibnu Mas'ud ra juga berkata: "Janganlah kalian menuntut ilmu untuk tiga hal: untuk menghinakan orang-orang bodoh, untuk mendebat para ulama,  atau untuk menarik orang-orang kepada kalian. Karena ia akan kekal sedangkan selainnya akan lenyap." (Disebutkan Oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jami' al-'Ilmi wa Fadhlih: 1/176).

Sebaliknya, Allah menjamin kebahagiaan bagi orang yang beramal hanya untuk Allah `azza wa jalla semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai puncak niatannya, niscaya Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran menghantui dirinya, sedangkan dunia tidak akan datang kepadanya melainkan sekedar apa yang telah ditetapkan. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat itu niatnya, niscaya Allah menghimpunkan segala urusannya serta menciptakan rasa cukup dalam hatinya sementara dunia datang tunduk kepadanya dalam keadaan hina." (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah dari hadits Zaid bin Tsabit)

Macam-macam Amal untuk Dunia
Beramal untuk dunia ada beragam bentuk. Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah pernah menyebutkan empat macam bentuk yang dinukil dari ulama salaf, yaitu:

Pertama, amal shalih yang biasanya dikerjakan orang untuk mengharapkan pahala dari Allah seperti shadaqah, shalat, membantu yang lain, menolong orang yang dizalimi dan amal-amal lainnya yang biasa dikerjakan atau ditinggalkan orang karena Allah semata, namun dia tidak berharap pahala akhirat, harapannya hanya agar Allah menjaga hartanya, memperbanyaknya, atau agar menjaga istri dan keluarganya. Dia tidak berharap agar dimasukkan ke surga dan dijauhkan dari neraka. Orang seperti ini akan mendapatkan balasan di dunianya sementara di akhirat tidak memperoleh apa-apa kecuali siksa. Demikian yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas rahimahullah.

Kedua, melakukan amal shalih dengan harapan agar dilihat dan dipuji orang, tidak berharap balasan di akhirat. Ini lebih berbahaya dan lebih besar dosanya daripada yang pertama. Hal ini diriwayatkan dari Imam Mujahid rahimahullah.

Ketiga, beramal shalih dengan harapan mendapat harta, seperti orang yang menjadi badal haji dengan harapan dapat bayaran, dia tidak berharap ridha Allah dan negeri akhirat. Contoh lainnya,  orang yang berhijrah agar dapat dunia, berjihad agar dapat ghanimah, belajar agama agar dapat ijazah dan penghormatan tanpa harapan mendapat ridha Allah, atau belajar Al-Qur'an dan rajin berjamaah karena tugasnya sebagai pengurus masjid. Sementara harapan atas pahala akhirat tidak ada dalam dirinya.

Keempat, melaksanakan ketaatan dengan ikhlas untuk Allah semata, Dzat yang tidak memiliki sekutu, tapi dia melakukan sesuatu yang menjadikannya kufur dan keluar dari Islam. Seperti orang yang melakukan salah satu pembatal keislaman. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas rahimahullah.

Kesimpulan
Di tengah kehidupan modern dan materialis seperti zaman kita ini, semuanya diukur dengan uang dan materi. Status sosial pun diukur dengan hitungan materi berlimpah. Akhirnya hidup kaya raya dengan harta melimpah, jabatan tinggi, rumah megah, dan mobil berkelas menjadi tujuan hidup. Apa saja diusahakan untuk memperolehnya. Sampai-sampai ibadah dan ketaatan untuk dengan janji akhirat diselewengkan tujuannya hanya untuk mendapat dunia.

Prinsip hidup semacam ini akan menghantarkan manusia kepada kesengsaraan dan kerugian di akhirat. Predikat 'muslim' yang disandangkan tidak berguna saat ia berjumpa dengan Allah `azza wa jalla. Karena dia telah menyekutukan Allah `azza wa jalla dengan materi dunia. Seharusnya Allah menjadi tujuan hidup-Nya, tapi ia ganti dengan dunia. Wallahu Ta'ala A'lam.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.18 Thn.XLII, 12 Rajab 1436 H/ 1 Mei 2015 M Oleh Badrul Tamam, Lc (voa-islam.com))

Post a Comment

 
Top