Seorang sahabat bernama Jabir RA bercerita bahwa Nabi SAW menasihati. “Sungguh, yang paling aku suka di antara kalian dan paling dekat duduknya denganku pada Hari Kiamat adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sungguh, yang paling aku benci di antara kalian dan paling jauh tempat duduknya pada hari kiamat adalah al-tsartsarun (orang-orang yang banyak membual), al-mutasyaddiqun (orang yang banyak berkata kotor), dan al-mutafaihiqun.

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami tahu al-tsartsarun dan al-mutasyaddiqun. Namun, siapakah al-mutafaihiqun itu? Beliau menjawab, “Al-mutakabbirun (orang-orang sombong).'' (HR At-Tirmidzi).

Ketiga kelompok tersebut adalah orang-orang yang melakukan dosa-dosa sosial, bukan individual atau ritual. Tindakan zalim, menipu, mengumbar janji palsu, sumpah serapah, kata-kata yang menghinakan, pembalakan liar, pembakaran hutan, perusakan lingkungan, korupsi, terorisme, anarkisme, menyebarkan paham sesat, merasa paling benar dan orang lain ahli bid'ah dan kafir adalah perilaku yang paling dibenci Nabi SAW.

Seorang yang mengaku umat Nabi Muhammad SAW wajib menunjukkan kepatuhan kepadanya (QS 3:144,59:7). Kepatuhan bukan hanya pada perintahnya (wajib dan sunat), tetapi juga pada larangannya (haram dan makruh). Komitmen itulah yang disebut dengan cinta.

Kita tunjukkan komitmen itu melalui 6 M. Pertama, meyakini kenabiannya. Salah satu rukun iman yang enam adalah beriman kepada nabi dan rasul Allah SWT. Sekaligus meyakini bahwa tidak ada lagi nabi setelah Nabi SAW. (laa nabiyya ba'dahu) karena Beliau SAW adalah penutup para nabi dan rasul (khatamul anbiya` wal mursaliin).

Konsekuensinya adalah menolak setiap orang atau paham yang mengaku sebagai nabi atau penyelamat seperti Ahmad Mushaddeq dengan Gafatar yang memperdaya ribuan pengikutnya.

Kedua, mengikrarkan keyakinan. Sebagai bukti keyakinan akan kenabiannya yang tertanam dalam lubuk hati maka setiap Muslim wajib mendeklarasikannya dengan syahadatain (dua kesaksian).

Ikrar yang lahir dari hati yang tulus dan sungguh-sungguh sebagai pintu masuk agama Islam bukan hanya wajib diucapkan pada shalat, melainkan juga pada setiap waktu untuk memperbaharui keimanan (akidah tauhid).

Ketiga, menyebutkan namanya. Kata pepatah, “man ahabba syai`an aktsaru min dzikrihi” (siapa yang mencintai seseorang pasti ia banyak menyebut namanya). Sungguh, Allah SAW dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi SAW, begitupun orang-orang beriman.'' (QS 33:56).

Tidak hanya dalam shalat dan berdoa, tetapi mewiridkannya. Jika namanya disebut maka bershalawatlah. Sebagian orang menggubah syair nan indah untuk merefleksikan kecintaannya.

Keempat, meneladani sunahnya. Sunah Nabi SAW atau akhlak Nabi SAW ada yang bersifat manusiawi, ibadah (mahdhah), dan sosial (muamalah). Semua yang berkaitan dengan kepribadian beliau selalu mengagumkan (ajaban).

Itulah uswah hasanah yang mesti diteladani umatnya (QS 33:21), sejak Beliau bangun tidur hingga tidur lagi. Cobalah ukur komitmen ini melalui tujuh sunah harian, yakni shalat Tahajud, shalat berjamaah, tilawah Alquran, shalat Dhuha, sedekah, zikir, dan puasa sunah.

Kelima, mendakwahkan ajarannya. Komitmen cinta Nabi SAW dengan menyiarkan dakwahnya. Kewajiban berdakwah bukan di pundak para dai saja, tetapi setiap Muslim sesuai kapasitas dan keahlian, baik individual maupun kolektif (QS16:125,3:104,110).

Pesan Nabi Muhammad SAW agar menyampaikan kepada orang lain walaupun satu ayat atau kebaikan. Mengajarkan ajaran Islam damai yang dikemas akhlak mulia (QS 3:159), dan kearifan (QS16:125,21:107).

Keenam, menceritakan tetang dirinya. Komitmen terakhir, yakni menceritakan sejarah hidupnya kepada anak-anak kita agar menjadi inspirasi dan pelajaran. Hal ini menuntut kita membaca sirah nabawiyah dan sahabatnya.

Penulis non-Muslim, Michael H Hart, menulis buku 100 Orang Paling Berpengaruh hingga ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang paling berpengaruh karena keagungan akhlaknya. Allahu alam bish shawab.

 

(sumber:Republika edisi Selasa, 2 Februari 2016 Hal. 12 Oleh: Hasan Basri Tanjung)

Post a Comment

 
Top