Ketika Abu Yazid al-Busthami sedang mempelajari firman Allah SWT yang berbunyi, "Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit" (QS al-Muzzammil [73]: 1-2), lalu ia bertanya kepada ayahnya.

"Wahai ayahku, berdasarkan ayat tersebut, siapa sebenarnya yang diperintahkan oleh Allah untuk bangun?" Sang ayah menjawab, "Wahai anakku, dia adalah Nabi Muhammad SAW." Ia bertanya lagi, "Ayah, lalu mengapa engkau tidak melakukan sesuatu sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW?"  Sang ayah menjawab, "Wahai anakku, perintah tersebut ditujukan khusus kepada Nabi SAW. Hukum shalat malam (Tahajud) wajib bagi Nabi, tapi tidak bagi umatnya." Kemudian sang anak terdiam.

Lalu, ketika sang anak hafal firman Allah SWT yang berbunyi, "Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula)
segolongan dari orang-orang yang bersama kamu." (QS al-Muzzammil [73]: 20).

Sang anak bertanya lagi kepada ayahnya, "Wahai ayah, sesungguhnya aku pernah mendengar ada sekelompok orang secara berjamaah melakukan shalat malam, lalu siapakah mereka?"

Sang ayah dengan sabar menjawab, "Mereka adalah para sahabat Nabi SAW." Ia bertanya lagi, "Terus mengapa ayah tidak melakukan apa yang telah dilakukan para sahabat?" Sang ayah menjawab, "Kamu benar wahai anakku. Aku insya Allah tidak akan meninggalkannya lagi." Setelah itu, sang ayah selalu bangun malam dan melaksanakan shalat Tahajud.

Pada suatu malam Abu Yazid terjaga dari tidurnya dan saat itu ia melihat ayahnya sedang melaksanakan shalat Tahajud.  Lalu, ia berkata, "Ajari aku wahai ayah, bagaimana cara mengambil air wudhu dan melakukan sesuatu yang telah engkau perbuat. Aku ingin melaksanakannya bersama ayah."
Kemudian sang ayah berkata, "Wahai anakku, tidurlah. Sesungguhnya engkau masih sangat kecil. " Ia menjawab, "Wahai ayahku, jika suatu hari ada segerombolan orang datang untuk memperlihatkan amal-amal mereka, aku akan melaporkan pada Tuhan bahwa aku sudah meminta kepada ayahku tentang bagaimana cara bersuci sehingga aku bisa shalat bersamanya. Namun, ia malah menolakku dan menyarankan aku agar tidur saja karena dianggapnya aku masih kecil."

Sang ayah kaget dan spontan menjawab, "Demi Allah, jangan kamu lakukan itu wahai anakku." Akhirnya sang ayah mengajarinya berwudhu dan melaksanakan shalat bersamanya. Kisah di atas memberikan pelajaran (ibrah) berharga kepada kita para orang tua agar membekali diri dengan sikap lapang dada untuk menerima nasihat dari anak.

Masalahnya, tidak banyak orang tua yang siap menerima nasihat dari orang lain, terlebih nasihat dari sang anak. Di sinilah kelapangan dada orang tua diuji.  Semoga Allah memberikan kelapangan dada kepada kita para orang tua untuk menerima nasihat dari siapa pun, termasuk dari sang buah hati. Wallahu a'lam.

 

(sumber:Republika edisi Selasa, 15 Maret 2016 Hal. 12 Oleh Imam Nur Suharno)

Post a Comment

 
Top