"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al Mujadilah : 11)

Semakin tua umur dunia ini maka semakin banyak pula perbuatan orang yang sia-sia, berpikir semakin tidak logis, lebih  mengutamakan penglihatan manusia dari penglihatan yang Maha Melihat, lebih mengutamakan pendengaran orang daripada pendengaran yang Maha Mendengar. Mereka membuang waktu untuk mendapatkan derajat (status) yang lebih tinggi di mata manusia.

Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan derajat yang lebih tinggi di mata teman sejawat, teman di kantor dan lingkungan masyarakat di mana ia bertempat tinggal. Padahal ukuran derajat yang dikejar manusia itu bersifat fana, dia berubah dari suatu waktu ke waktu yang lain, dari suatu zaman ke zaman yang lain. Dan juga akan berbeda antara suatu daerah dengan daerah lain, jadi ukuran derajat itu sangat variatif.

Di awal tahun 1980, seseorang yang sudah punya sepetak rumah dengan sebuah mobil di garasinya sudah bisa mengangkat derajatnya. Tetapi dengan perubahan zaman dan pertumbuhan perekonomian yang membuat seseorang semakin makmur, maka ukuran yang dipakai di tahun 1980 sudah tidak berlaku lagi. Sekarang ini ukuran sudah berbeda, tidak hanya sekedar punya rumah dan mobil, tetapi lebih dari itu, ia juga harus punya rekening di bank, punya kartu kredit, atau memelihara hewan piaraan dan bahkan mengoleksi lukisan dan batu mulia.

Kemudian ukuran derajat itu juga berbeda dari suatu daerah ke daerah lain. Perbedaan ukuran itu begitu cepat berlalu, sehingga sangat merepotkan untuk bisa terus mengikutinya, dan itu merupakan pekerjaan sia-sia, ibarat meninggikan angin (udara). Udara itu bergerak ke kiri kanan, ke atas dan ke bawah, karena sifat udara itu mengisi tempat yang kosong. Disamping sia-sia ukuran derajat di mata manusia berbeda dengan ketentuan Allah `azza wa jalla, nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati kalian dan perbuatan-perbuatan kalian". (H.R. Ahmad)

Bagi Allah ukurannya adalah hati manusia dan apa yang dikerjakannya untuk dirinya sendiri dan untuk orang banyak.

Derajat Manusia di sisi Allah Subhanahu wa ta'ala

Derajat manusia itu di sisi Allah bertingkat, ditingkat mana seseorang itu berada, maka itu tergantung kepada amal perbuatan yang dilakukannya. Jika ia melakukan amal baik maka ia pun berada pada tingkatan yang baik dan tinggi.

Sedangkan yang baik itu juga mempunyai tingkatan-tingkatan yang tersendiri pula, tergantung jenis kebaikan dan jumlah pengorbanan yang dilakukan seseorang. Semakin besar pengorbanan untuk melakukan kebaikan maka semakin baik pula derajatnya di sisi Allah. Demikian juga halnya dengan amal buruk.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman : "(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan." (Q.S. An Nisa 163)

Bentuk wajah yang tampan dan jumlah harta yang dikuasai seseorang tidak menentukan baik buruknya derajat seseorang di sisi Allah, oleh sebab itu jangan berlomba mengumpulkan harta hanya untuk menaikkan derajat di mata manusia. Tetapi berlombalah untuk melakukan kebaikan, karena kebaikan yang banyaklah yang dapat menaikkan derajatmu di sisi Allah Subhanahu wa ta'ala.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman : "Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan". (Q.S. Al Anam :132)

Berbagai Usaha untuk Meninggikan Derajat
Pertama, Menuntut Ilmu. Islam  memberi peluang kepada pemeluknya untuk meninggikan derajatnya di sisi Allah dan juga di mata manusia, cara yang pertama yang terpenting adalah dengan menuntut ilmu. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman : "... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q.S. Mujadilah : 11)

Jadi jika seseorang beriman dan kemudian dia juga berilmu maka Allah Subhanahu wa ta'ala memberi dia kedudukan yang tinggi, melebihi orang-orang lain yang beriman saja tetapi tidak berilmu. Oleh sebab itu Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu yang bermanfaat.

Kedua, Bersedekah. Bersedekah (infaq) adalah bagian daripada usaha yang diajarkan oleh Islam kepada pemeluknya untuk meninggikan derajat manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang dibawah. Tangan yang diatas yaitu orang yang memberi infaq dan tangan yang dibawah yaitu orang yang minta-minta." (H.R. Ahmad)

Bersedekah (berinfaq) adalah salah satu usaha yang disediakan oleh Islam untuk mendistribusikan sebagian daripada rezekinya kepada yang berhak menerima. Kegiatan seperti ini akan mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat, sehingga dapat menghilangkan keresahan masyarakat, karena masyarakat dhuafa merasa diperhatikan dan terlindungi. Itulah sebabnya orang yang dermawan mendapat derajat yang baik di mata masyarakat.

Ketiga, Berakhlak Mulia. Cara yang ketiga untuk bisa mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah subhanahu wa ta'ala ialah dengan berakhlak mulia antara sesama manusia, dari Abu Darda radhiyallahu 'anha nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan hari kiamat yang lebih berat daripada akhlak yang mulia dan sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat". (H.R. Tirmidzi : Shahih)

Bersikap santun terhadap orang yang tidak mengenal kita dan kemudian memberi kepada orang yang tidak pernah memberi kepada kita adalah dua pekerjaan yang jarang dilakukan orang. Kebiasaan manusia adalah saling berbalas "take and give", karena orang pernah berbuat sesuatu kepada kita maka kita pun membalasnya dengan perbuatan serupa. Oleh sebab itu jika kita sanggup berlaku baik dan memberi kepada orang yang belum pernah melakukan sesuatupun kepada kita, maka Allah memberi ganjaran dengan derajat yang tinggi di sisi-Nya.

Ada beberapa cara lain yang bisa dilakukan oleh setiap orang untuk meninggikan derajatnya di mata manusia, terlebih lagi di mata sang khaliq pencipta semesta alam. Tetapi tiga hal tersebut di atas sudah memadai jika bisa dilakukan dengan baik. Ketiga hal tersebut membutuhkan kesabaran untuk melaksanakannya. Misalnya saja menuntut ilmu, ilmu tidak akan meresap ke dalam diri kita jika kita tidak melakukannya secara istiqomah, untuk istiqomah perlu kesabaran. Terkadang apa yang telah kita peroleh hari ini bisa saja jadi lupa esok harinya. Begitu juga halnya dengan bersedekah, sedekah akan mendapatkan tantangan untuk melakukannya, akan ada bisikan dari setan mencegah kita untuk bersedekah.

Oleh sebab itu hendaklah seseorang bersabar, dalam segala hal terutama untuk meninggikan derajat. Sabar adalah pintu keluar dari segala problem hidup, dan sabar mendekatkan diri seseorang kepada Allah serta meninggikan kedudukannya di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta'ala  berfirman : "Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya". (Q.S. Al Furqan : 75)

Pelajaran yang bisa kita ambil dari penjelasan di atas adalah, apa yang ditetapkan oleh manusia itu selalu bersifat fana, dia berubah dari suatu zaman ke zaman yang lain, dia berbeda dai suatu tempat ke tempat yang lain, dan juga dia bersifat lokal, tidak universal. Sehingga tidak pantas untuk dikejar.

Sedangkan apa yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala akan selalu sama sepanjang masa, bersifat universal dan dapat diterima dalam segala strata kehidupan manusia. Tidak ada orang yang tidak senang kepada orang yang berilmu, dermawan dan berakhlaq. Oleh karena itu peganglah erat-erat syariat agamamu, yaitu Islam. Wallahu A'lam bish shawab.

(Sumber: Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.46 Thn.XLIV, 28 Syafar 1439 H/ 17 November 2017 M Oleh Sofyan Helmi Tanjung)

Post a Comment

 
Top