menuntut ilmu

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu: 'Berilah kelapangan dalam majelis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kepalangan untukmu. Dan apabila dikatakan: 'Berdirilah kamu', maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Mujaadilah : 11)

Kesuksesan dalam menuntut ilmu bukanlah hanya diukur berdasarkan indeks prestasi yang nominal (angka-angka). Namun demikian, ia juga diukur dengan sejauh mana pembawa ilmu menjadikan ilmunya bermanfaat untuk dirinya serta untuk meninggikan agama Allah ini.

Namun demikian secara kasat mata dapat kita lihat seseorang yang telah meraih gelar doktor dengan predikat cumelaude, atau mereka yang telah menerima gelar kesarjanaan lain dengan memuaskan, justru terdepan dalam membela kemaksiatan (homoseks, kebebasan berekspresi, liberalisme, sekularisme, dan lain-lain). Untuk itu, kunci-kunci sukses berikut ini diambil berdasarkan nash-nash Al-Qur'an, hadist, maupun penjelasan dan contoh dari para ulama sehingga dari situlah kita berpijak untuk membangun kesuksesan hakiki itu, antara lain:

Pertama, Ikhlas

Ikhlas merupakan kunci sukses yang mendasar dalam upaya seseorang mewujudkan cita-citanya meraih ilmu yang bermanfaat. Karena hanya dengan dasar ikhlas, segala tindakan kebaikan yang dilakukan akan menjadi amal shalih yang layak mendapatkan balasan kebaikan dari Allah, Tuhan semesta alam, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullaah berkata : Tidaklah diragukan lagi, bahwa menuntut ilmu adalah sebuah ibadah, bahkan ia merupakan ibadah yang paling mulia lagi utama. Maka oleh karenanya, wajib atas seorang penuntut ilmu harus memenuhi syarat diterimanya ibadah, yaitu ikhlas. Allah .. berfirman:

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Q.S. Al Bayinah : 5)

Juga hadits Nabi ... : "Barang siapa yang mempelajari ilmu untuk membanggakan diri dihadapan para ulama, mempermainkan diri orang-orang bodoh dan dengan itu wajah orang-orang berpaling kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam nereka jahannam." (HR. Ibnu Majah). Kebanyakan penuntut ilmu datang ke majelis ilmu untuk sebuah ambisi mencapai gelar kesarjanaan semata. Target utama mereka adalah gelar dan ijazah. Gelar dan Ijazah bukan dijadikan sebagai washilah dalam kehidupan, tapi justru tujuan utamanya memudahkan dalam mencapai tujuan-tujuan duniawi lainnya. Dari sinilah awal bencana dicabutnya barakah ilmu dari pemiliknya.

Kedua, berdo'a

Dalam Islam, seorang penuntut ilmu disamping didorong untuk berusaha juga diperintahkan oleh Allah `azza wa jalla untuk berdo'a. Rasulullah juga mengajarkan do'a khusus bagi para penuntut ilmu., "Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan aku berlindung kepada Engkau dari (mendapatkan) ilmu yang tidak bermanfaat" (HR. An Nasa'i)

Doa tersebut dianjurkan oleh Nabi sebagai bagian dari wirid-wirid harian yang dibaca setiap setelah menunaikan Shalat subuh, yang artinya kita diminta untuk berdoa agar ilmu yang kita peroleh menjadi ilmu yang bermanfaat.

Ketiga, Bersungguh-sungguh

Dalam Al Qur'an disebutkan, "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik" (Q.S. Al Ankabut :69)

Seorang penuntu ilmu memberlukan kesungguhan, tidak patut untuk bermalas-malasan, sebab jika seorang penuntut ilmu malas, maka ia tidak akan mendapatkan ilmu yang dicarinya dan sebaliknya orang yang bersungguh-sungguh, Allah akan membukakan jalan keluar bagi dirinya, dengan jalan-jalan yang banyak (subul) oleh karenanya bagi penuntut ilmu yang menginginkan kesuksesan ia harus menempuh dua syarat penting yaitu bersungguh-sungguh dan mencari keridhaan Allah semata.

Keempat, Menjauhi Kemaksiatan

Ibnu Qoyim al-Jauziyah rahimahullah berkata, "Maksiat memiliki pengaruh jelek lagi tercela dan juga dapat merusak hati dan badan, baik di dunia maupun di akhirat, di antaranya adalah terhalangnya mendapatkan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya yang Allah berikan di dalam hati sedangkan maksiat itu memadamkan cahaya itu. Demikian juga nasehat Imam Syafi'i. Ia berkata: "Sesungguhnya aku melihat pada hatimu pancaran cahaya, maka jangan engkau redupkan cahaya itu dengan berbuat kemaksiatan."

Dalam Islam, kemaksiatan memiliki pengaruh yang besar dalam keberhasilan seseorang meraih ilmu. Yang demikian itu dikarenakan Islam tegak di atas ilmu dan amal shalih sekaligus.

Sebaliknya, di dunia Barat, para ilmuwan dan filosof Barat yang mendunia pemikirannya tidak memiliki standar ini. Para pezina, pemabuk, pelaku amoral lainnya tidak mempengaruhi ilmu yang dimilikinya. Mereka diterima sebagai ahli ilmu dan ilmunya dirujuk dimana-mana. Sebuah buku yang ditulis oleh Paul Johnson, The Intellectuals From Masrx dan Tolstoy menjabarkan fakta-fakta amoral para filosof Barat yang pemikirannya justru digandrungi banyak orang.

Kelima, Tidak Malu dan Tidak Sombong

Sombong dan Malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya. Malu menuntut ilmu adalah bahaya besar. Ini adalah rasa malu yang tidak pada tempatnya. Orang tua yang minim akan ilmu, tidak ada alasan bagi dirinya untuk tidak menuntut ilmu hanya karena usia telah lanjut. Demikian halnya, sorang ustadz atau da'i tetap tidak boleh berhenti menuntut ilmu. Ia tidak boleh merasa puas dengan ilmunya, karena pada dasarnya tidak ada fase berhenti dalam menuntut ilmu bagi seorang muslim. Bahkan rasa malu harus benar-benar dibuang jauh-jauh dari mengatakan "saya tidak tahu" manakala seseorang ditanya tentang sesuatu sementara ia tidak tahu akan ilmunya.

Sebagai bandingan, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha pernah berkata tentang sifat malu para wanita Anshor: "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu agama." (HR. Bukhari)

Artinya, sekalipun wanita Anshor merupakan sekelompok perempuan yang memiliki rasa malu yang tinggi sebagaimana cermin keimanan mereka, namun hal itu tidak berlaku dalam menuntut ilmu. Sebab rasa malu dalam menuntut ilmu dapat menyebabkan kekeliruan atau ketidakjelasan. Seseorang yang malu bertanya dalam menuntut ilmu akan menyebabkan ia tidak mendapatkan penjelasan dari hal-hal yang masih sama atau meragukan baginya. Sementara mengenai larangan sombong, Allah `azza wa jalla jelaskan, "Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang kafir." (Q.S. Al Baqarah : 34)

Kesombongan dalam menuntut ilmu dilarang ia akan menyebabkan tertolaknya kebenaran. Seoran gyang sombong akan cenderung merendahkan manusia lainya dan menolak kebenaran, seingga ia akan kesulitan untuk mendapatkan guru dan ilmu. Orang sombong akan merasa dirinya selalu lebih baik dari orang lain sehingga tidak lagi memerlukan tambahan ilmu.

Keenam, Mengamalkan dan menyebarkan ilmu

Di dalam ajaran Islam, ada tiga perintah yang saling bertautan kepada para penuntut ilmu. Perintah itu adalah mencari ilmu, mengamalkan, dan menyampaikannya kepada orang lain. Trilogi menuntut ilmu ini tidak boleh lepas dari seseorang, sebab di antara satu dengan yang lainnya mempunyai shilah (hubungan) yang erat. Islam mensyariatkan wajibnya menuntut ilmu bagi setip muslim, dan disisi lain ia juga memerintahkan agar ilmu yang sudah diketahui harus diamalkan dan dida'wahkan kepada orang lain. Wallahu A'lam bish shawab


(Sumber: Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Edisi No. 50 Thn.XLIV, 26 Rabi'ul Awwal 1439 H/ 15 Desember 2017 M Oleh Dr. Imam Zamrozi, MA)

Post a Comment

 
Top