"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung". (Q.S. Ali Imran : 104)

Eksistensi umat Islam sebagaimana yang disebutkan al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan senantiasa jaya di atas agama-agama atau ideologi-ideologi lain. Beberapa idealita yang senantiasa ada dan melekat pada umat Islam bisa dilihat dari kedudukannya sebagai umat terbaik. Sebagaimana Allah `azza wa jalla tegaskan dalam beberapa ayat, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". (Q.S. Ali Imran : 110).

umat islam yang seperti buih dilautan

Abu Hurairah rahimahulullah berkanaan dengan ini menjelaskan bahwa kami manusia terbaik untuk manusia yang menarik manusia kepada Islam. Sedangkan Ibnu Abbas rahimahulullah berpendapat yang dimaksud umat terbaik adalah mereka yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan ikut dalam perang Badar dan Hudaibiyah. Sedangkan Umar bin Khathab rahimahulullah menjelaskan, yang dimaksud umat terbaik adalah siapa mereka yang mampu melakukan apa yang dilakukan para Sahabat. Lebih tegasnya lagi Umar menyatakan, mereka itu adalah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari ayat ini jelas disebutkan beberapa syarat yang harus ditempuh oleh umat Islam jika ingin mendapatkan predikat umat terbaik.

Pertama, memerintah kepada yang ma'ruf. Kedua, mencegah kemunkaran dan ketiga, beriman kepada Allah `azza wa jalla.

Eksistensi kedua adalah uat Islam dinyatakan sebagai umat pertengahan, sebagaimana Allah `azza wa jalla tegaskan dalam firmanNya, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu ". (Q.S. Al Baqarah : 143)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam satu hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi tatkala menafsirkan ayat ini, bahwa yang dimaksud dengan Ummatan Washatan adalah umat yang adil.

Eksistensi ketiga adalah umat Islam adalah umat yang satu sebagaimana yang Allah `azza wa jalla tegaskan dalam Al-Qur'an, "Sesungguhnya ini adalah umat kamu semua yakni umat yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlak Aku." (Q.S. Al-Anbiya' : 92). Kemudian dalam ayat lain kembali Allah `azza wa jalla menegaskan, "Dan sesungguhnya ini adalah umat kamu yang satu dan aku Tuhanmu, maka bertaqwalah kepadaku." (Q.S. Al-Mu'minun : 52).

Jika melihat keadaan umat Islam sekarang ini, maka apa yang kita sebutkan di atas sebagai idealita umat Islam akan sangat bertolak belakang dengan realitas umat Islam sekarang ini, yang akhirnya justru menjadi problematika umat Islam.

Predikat sebagai umat terbaik hanya tinggal kenangan penghias lembaran-lembaran sejarah masa lalu. Kini umat Islam telah menjadi umat yang terpuruk disebabkan ketidakpedulian terhadap amar ma'ruf dan nahi munkar, berganti dengan sikap menyerupai (tasyabbuh) kepada orang-orang kafir. Berkenaan dengan inilah kemudian Allah `azza wa jalla mengingatkan, "Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan perantara lisan Dawud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (Q.S. Al-Maidah : 78-79)

Kenyataan seperti inilah yang membuat umat Islam menjadi permainan pihak-pihak lain yang memang sangat tidak suka kepada Islam dan umat Islam. Gambaran semacam ini pernah menjadi sinyalemen Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 14 abad lalu.

Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam waktu itu, "Akan datang suatu masa, dimana umat-umat lain akan berdatangan memperebutkan kamu, hampir-hampir ibarat segerombolan orang-orang rakus berkerumun berebutan di sekitar hidangan makanan mereka". Para Sahabat yang mendengar ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu terheran-heran. Akankah kelak umat Islam mengalami hal yang sangat memprihatinkan itu? Begitu penasarannya, lalu salah seorang mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

"Apakah gerangan lantaran diwaktu itu umat Islamnya sedikit?" Rasulullah langsung menjawab, "Tidak. Jumlahnya banyak. Akan tetapi kualitasnya adalah seperti buih yang terapung-apung di atas air bah". Kalau sudah begitu pada saat yang sama musuh-musuh Islam sudah tidak gentar lagi pada umat Islam, "Lantaran telah tercabut rasa takut dari hati musuh-musuhmu dan pada saat yang sama umat Islam terjangkit satu penyakit Wahn," sambung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Apa itu penyakit Wahn. Di antara Sahabat ada yang bertanya tentang itu. Wajar, karena baru pertama kali nama penyakit itu disebut. "Cinta kepada dunia dan takut mati," begitu jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Betapa sekarang ini kita bisa melihat, bagaimana sebagian besar umat Islam, begitu mengandrungi kecintaan nya kepada dunia. Apapun dilakukan yang penting bisa mendapatkan fasilitas keduniaan, entah itu harta, jabatan dan kedudukan. Pokoknya itu harus didapatkan meskipun dengan cara apapun juga.

Umat Islam memang tidak boleh mengharamkan karunia Allah `azza wa jalla di muka bumi ini, bakan diperintahkan untuk meraih sebanyak-banyaknya guna kepentingan akhirat. "Capailah olehmu dengan apa-apa yang sudah dikaruniakan Allah kepadamu hidup di akhirat. Dan jangan lupakan bagianmu dalam hidup di dunia ini ... " (Q.S. al-Qashas : 77). Silahkan saja mencapai fasilitas keduniaan asal jangan berlebihan yang akhirnya menjatuhkan eksistensinya sebagai manusia. Karena sungguh akan menjadi berlainan jadinya apabila orang sudah terhinggapi penyakit wahn ini. Seluruh pikiran dan keinginannya ditujukan untuk menikmati kesenangan dunia semata.

Tidak ada lagi baginya diskriminasi antara kesenangan yang tak wajar dan merusak. Jangan dicoba menyebut-nyebut isitilah halal dan haram. Soal yang begini sudah tidak relevan lagi untuk dipersoalkan di zaman sekarang. Istilah malu juga tidak lagi diperdengarkan. Itu gaya lama dan sama sekali tidak relevan. Lebih baik melakukan apa saja yang diingini. Selagi ada kesempatan kapan lagi. Ke arah inilah segala angan-angan, tenaga, dan pikiran diarahkan. Tidak ada nilai selain dari itu. Akhirnya jiwanya kosong dari sesuatu yang berupa idealisme. Dijatuhkan eksistensi dirinya tanpa sadar dan merasa bersalah.

Apa yang kemudian terjadi? Umat Islam sekarang ini menjadi lemah. Tidak punya daya dan kekuatan. Tidak punya prinsip. Akhirnya dipermainkan orang lain. Bukan cuma itu, yang lebih miris lagi di beberapa tempat di belahan dunia ini, mereka diperlakukan secara tidak manusiawi.

Akankah dibiarkan umat ini terpuruk dan dipermainkan pihak lain? Tidak. Sama sekali tidak. Kita harus bangkit. Harus keluar dari cengkraman mereka. Kita harus mampu mengembalikan eksistensi umat Islam sebagaimana yang Allah tetapkan di dalam al-Qur'an.

Bagaimana caranya? Pertama, kembali kepada Allah dengan menguatkan keimanan. Karena dengan keimanan ini seseorang akan diberikan kemenangan sebagaimana janji Allah `azza wa jalla, "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan beramal shaleh, bahwa Dia sungguh akan akan menjadikan mereka berkuasa di bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. San sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan dia benar-benar mengubah (keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukanKu dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq". (Q.S. An Nur : 55)

Kedua, mengokohkan kesatuan dan persatuan pada diri umat Islam sebagimana yang Allah tegaskan, "Dan berpegang-teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai ..." (Q.S. Ali Imran : 103).

Paling tidak inilah dua hal yang perlu dibenahi sebagai langkah awal untuk mengembalikan eksistensi umat Islam. Dengan pembenahan ini, niscaya Allah akan memberikan petunjuk dan bantunnya agar umat Islam itu tetap jaya melebihi dari umat-umat lainnya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". (Q.S. Ar-Ra'dd : 11). Wallahu A'lam.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.1 Thn.XLV, 17 Rabi'ul Akhir 1439 H/ 5 Januari 2018 M Oleh Oma Rahmad Rasyid)

Post a Comment

 
Top