"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah  berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (Q.S. Al-Baqarah: 156)

Manusia hidup tidak mungkin tidak tertimpa musibah, bahkan musibah itu selalu menyertai manusia sejak ia akil baligh sampai akhir hayatnya. Musibah itu adalah suatu keniscayaan dimana setiap orang tidak bisa menghindar darinya. Sifat dari musibah yang ditimpakan oleh Allah kepada hamba Nya yang beriman sering dalam ukuran kecil dan ringan, karena musibah itu tidak dimaksudkan untuk melumpuhkan sendi-sendi ekonomi manusia, tidak untuk merusak kehidupan sosial dan bermasyarakat dari manusia. Tetapi tujuannya adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ia telah berbuat maksiat kepada Allah, dan untuk mengingatkan manusia agar segera muhasabah (instropeksi) dan kembali ke jalan Allah `azza wa jalla . Allah `azza wa jalla berfirman : "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.S. As Syura : 30)

hakikat musibah

Walaupun telah dijelaskan bahwa musibah yang menimpa manusia itu dari segi ukuran kecil, dan frekuensinya sesekali terjadi dan ringan tetapi masih saja ada orang yang beriman suka sedih jika ia tertimpa musibah. Hal ini bukan karena beratnya musibah yang menimpa, tetapi terlebih kepada tipisnya iman orang tersebut. Allah `azza wa jalla tidak akan menimpakan musibah kepada seseorang di luar kemampuannya untuk menerimanya. Allah `azza wa jalla Maha Pencipta dan Maha kuasa, dengan Kekuasaan dan kemampuanNya Dia dengan mudah menciptakan makhluk berbeda yang satu dengan yang lain tidak ada yang sama persis sama. Setiap orang diciptakan oleh Allah `azza wa jalla sesuai dengan ukurannya masing masing, demikian juga dengan kemampuannya untuk menerima musibah. Allah `azza wa jalla berfirman : "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran". (Q.S. Qomar : 49)

Sungguh Allah itu Maha Adil segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia itu sudah ada ukurannya, disesuaikan dengan kemampuan manusia untuk menanggulanginya, demikian juga halnya dengan musibah. Sekali lagi dikatakan jika manusia tidak mampu, itu bukan karena beratnya musibah, tetapi karena tipisnya iman didada.

Cobaan dalam Aspek Kehidupan
Musibah yang ditempatkan oleh Allah `azza wa jalla kepada manusia tidak hanya mempengaruhi satu aspek dari kehidupan manusia, tetapi musibah itu bisa menimpa seluruh aspek hidup manusia seperti kehidupan ekonomi, sosial, keluarga dan aspek agama. Pada umumnya manusia itu selalu berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu dalam kondisi baik dan buruk. Dan Allah `azza wa jalla menguji manusia itu ada dua kondisi itu, Allah `azza wa jalla berfirman : "... Kami akan menguji kamu dengan keburukan dari kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan ". (Q.S. Anbiya : 35)

Tidak ada manusia yang terus menerus berada dalam kondisi buruk dan tidak ada pula manusia yang terus menerus berada dalam kondisi baik. Kondisi buruk dan baik selalu datang silih berganti menghampiri manusia dan begitu juga dengan musibah, dalam kondisi apa pun seorang berada, musibah itu merupakan ujian baginya. Ketika seseorang berada dalam keadaan buruk Allah menguji kesabarannya, dan ketika ia berada dalam kebaikan Allah menguji rasa syukurnya. Apakah dengan keburukan seseorang lebih  mendekatkan diri kepada Allah atau semakin menjauh dari Nya. Demikian juga halnya dengan kebaikan apakah seseorang yang mendapat nikmat Allah `azza wa jalla akan hanyut dengan kenikmatan atau lebih mendekatkannya kepada Allah.

Oleh sebab itu setiap insan jangan berharap terbebas dari musibah yang bersifat ujian, karena Allah mengatakan akan menguji hamba Nya dengan sebenar-benarnya, sungguh-sungguh.

Ujian tersebut di atas bisa terjadi pada setiap orang baik ia berada pada kondisi buruk atau baik kemudian Allah `azza wa jalla juga akan menguji manusia dari segi kebutuhan hidup materi dan non materi. Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok seperti:

Pertama, Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan yang bersifat primer dan vital seperti kebutuhan pangan, sandang, papan dan kebutuhan biologis dan lainnya.

Kedua, Kebutuhan rasa aman dan perlindungan. Seperti terjaminnya keamanan, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan dan sebagainya. Semua ini disebut dengan kebutuhan rasa aman dan perlindungan.

Ketiga, Kebutuhan Sosial. Antara lain meliputi kebutuhan akan dicintai, rasa setia kawan, kerjasama, semua itu disebut kebutuhan sosial.

Keempat, Kebutuhan akan penghargaan dan Kelima, Kebutuhan akan aktualisasi diri.

Walaupun begitu banyak ujian dan cobaan yang bisa menimpa manusia tetapi semua itu disesuaikan oleh Allah `azza wa jalla sesuai dengan kondisi manusia masing-masing dan sesuai dengan kemampuan setiap manusia untuk menanggulanginya.

Musibah itu Kegembiraan Tersembunyi
Pada hakikatnya musibah yang diderita oleh orang yang beriman adalah sebagai tanda sayang Allah `azza wa jalla kepada hamba-Nya dalam memelihara orang yang beriman supaya tidak tersesat terlalu jauh, mengembalikannya pada fitrahnya sehingga ketika kembali kepada Allah `azza wa jalla sudah bersih dari dosa-dosa. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Ujian (bala') itu akan senantiasa menimpa  seorang hamba hingga ia ditinggalkan berjalan diatas bumi ini tanpa membawa beban dosa". (H.R. Tirmidzi)

Kemudian musibah yang berupa ujian dan cobaan (bala') akan menyadarkan manusia bahwa dia lemah tidak kuasa menolak bala', sehingga mendorongnya untuk minta tolong kepada Allah `azza wa jalla melalui doa. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Ya Allah berikanlah pahala dari musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya, melainkan akan dikabulkan doanya itu". (H.R. Ahmad)

Jadi barang siapa mendapat musibah berupa kekurangan harta, bahan makanan maupun kehilangan jiwa dan dia bersabar dan berdoa, maka dengan doa itu Allah akan memberi pahala padanya dan mengganti yang hilang dengan yang lebih baik. Itulah makna dari firman Allah `azza wa jalla : "... dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun" (Q.S. Al Baqarah : 155 - 156). Sewaktu manusia lahir ke dunia, ia tidak membawa apa -apa, bahkan dia lahir dalam keadaan tidak berbaju. Kemudian dalam perjalanan sebahagian karunia Allah `azza wa jalla berupa harta, bahan makanan, suami, istri, anak, saudara, teman, dll. Karunia itu bukan hasil jerih payah manusia tetapi semua itu karena Allah berkehendak memberi karunia kepada orang-orang yang dikehendakinya. Allah `azza wa jalla berfirman : "Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendakiNya dan Allah mempunyai karunia yang besar". (Q.S. Ali Imran : 74).

Jadi segala sesuatu yang dimiliki manusia berupa harta materi dan non materi semua itu adalah milik Allah `azza wa jalla , datang dari Allah `azza wa jalla dan kembali kepada Allah `azza wa jalla, manusia hanya menerima titipan karunia dari pemilik karunia yang besar. Allah Kuasa kapan saja mengambil kembali titipan Nya itu, dan pada saat diambil kembali manusia dianjurkan untuk mengucapkan kalimat istirja, yaitu Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Barang siapa yang melakukan itu maka Allah `azza wa jalla akan memberi rahmat kepadanya dan memberinya petunjuk menuju jalan yang lurus, jalan menuju surga yang diidam-idamkan setiap insan manusia.

Keadaan dan kejadian buruk terjadi, dikarenakan ada beberapa sebab. Di antaranya, disebabkan oleh perbuatan diri sendiri. Karena telah berbuat yang melanggar ketentuan Allah `azza wa jalla. Dengan perbuatannya tersebut, maka diri manusia harus menanggung akibar dari perbuatannya. Dan akan menerima hukuman berupa keadaan dan kejadian yang buruk apabila kita melanggar ketentuan-Nya, maka selanjutnya harus meninggalkan perbuatan tersebut, setelah itu bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya. Wallahu A'lam

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.27 Thn.XLV, 22 Syawwal 1439 H/ 6 Juli 2018 M Oleh Sofyan Helmi Tanjung)

Post a Comment

 
Top