islam menolak sekularisme

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu sekalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya dia musuh yang nyata bagi kalian" (Q.S. Al-Baqarah : 208)

Islam adalah sebuah agama dengan sistem yang komprehensif, ia bukan sekedar ritual ibadah semata, karena selain mengatur urusan hubungan manusia dengan sang pencipta (khalik), Islam pun mengatur persoalan hubungan manusia dengan manusia (muamalah), bahkan mengatur hubungan manusia dengan makhluk yang lainnya.

Oleh karenanya ketika kita membaca Al-Qur'an dan Hadits, kita akan menemukan banyak tema-tema yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Sebagai agama yang sempurna dan komprehensif, Islam tidak membolehkan sikap beragama yang tebang-pilih seenak nafsunya (parsial/dikotomis dan sekularis), karena Islam memerintahkan pemeluknya untuk masuk ke dalam Islam secara menyeluruh (kaffah), Allah `azza wa jalla berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (Kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqarah : 208)

Maksud dari masuk ke dalam Islam secara kaffah sebagaimana dijelaskan oleh Musthafa al-Maraghi rahimahullah adalah menerima seluruh hukum yang telah ditetapkan Islam serta tunduk dan ikhlas kepada Allah semata.

Terkait ayat di atas syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah, menjelaskan dengan sangat terperinci bagaimana cara ber-Islam secara kaffah baik dalam keadaan mampu atau tidak mampu. Perintah masuk ke dalam Islam secara kaffah adalah dengan menjalankan seluruh syariat agama, dan tidak meninggalkannya sedikitpun, dan tidak termasuk orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan yakni apabila sesuatu yang disyariatkan sesuai dengan hawa nafsunya ia akan kerjakan, jika tidak  sesuai ditinggalkan, namun seharusnya ia menjadikan hawa nafsunya tunduk mengikuti agama, dan melaksanakan seluruh syariat yang mampu dilaksanakan, sedangkan yang tidak mampu maka ia meniatkan dan menekadkan dalam hatinya sehingga termasuk orang yang masuk dalam Islam secara kaffah.

Sekularisme Mengebiri Peran Agama
Sekularisme berasal dari bahasa latin "seaculum" diantara artinya 'zaman kini atau masa kini', sekularisme ini tumbuh kemudian menjadi suatu cara berfikir dan padangan hidup yang  mengasingkan atau menjauhkan peran agama dalam kehidupan praktis. Bagi sekularis agama hanya dibolehkan mengurus urusan pribadi (private), agama tidak boleh terlibat dalam urusan pribadi.

Orang-orang sekular mengkampanyekan bahwa dunia akan maju jika dikosongkan dari nilai-nilai ruhani dan agama (disenchantment of nature) dan mengosongkan nilai dan moral dari unsur agama (deconcentration of values), agama dianggap penghambat kemajuan. Mereka berdalih dengan kemajuan yang dicapai oleh bangsa Eropa, padahal berbagai penemuan sains di Eropa lebih dulu marak sebelum  adanya sekularisme, dan dibalik kemajuan yang kini ada, bangsa Eropa mengalami kemunduran yang luar biasa, baik dalam ilmu, sosial dan kebudayaan, mereka menjadi bangsa yang kering, berbagai penyimpangan kemanusiaan muncul di sana, ia hanya indah di permukaan saja. Justru tanpa sekularisme Islam dapat menampilkan peradaban yang maju dalam berbagai aspeknya, sebagaimana telah dicatat sejarah; peradaban Islam di Madinah, Baghdad, Andalusia, Mesir, Samarkand dan lain-lainnya.

Sekularisme secara pesat muncul dan tumbuh pada masyarakat Eropa di abad modern, dan hal ini dipicu oleh fakta historis pada abad pertengahan di mana pihak gereja terlalu berkuasa dan dianggap berbuat sewenang-wenang terhadap pemeluknya kristen Eropa, bahkan mereka menyebut abad pertengahan ini dengan istilah abad kegelapan (dark ages). Terkait hal ini pembaca dapat membaca buku berharga "Wajah Peradaban Barat" karya Dr. Adian Husaini.

Kemudian, bersama imperialisme dan kolonialisme negara-negara Eropa modern seperti Inggris, Belanda, Portugal, Italia, Prancis, pemikiran sekularisme ini menyebar ke negeri-negeri kaum muslimin. Selain melakukan eksploitasi kekayaan dari negara jajahan, mereka juga menanamkan cara hidup Barat termasuk sekularisme, kepemimpinan dan politik di negeri-negeri kaum muslimin mesti dikosongkan dari agama (desacralization of politics), jika pintu ini berhasil ditembus maka unsur sekularisme lainnya akan mengikuti dan mudah merangsek ke tempat lainnya.

Cara berbangsa dan berfikir yang sekuler ini tumbuh berkembang dalam negara yang mengadopsi demokrasi dan mendapatkan angin segar dengan deklarasi hak asasi manusia versi PBB, kemudian cara berfikir sekular ini pada akhirnya mengakomodir bahkan memasang badan membela berbagai penyimpangan yang secara tegas dan pasti dilarang oleh agama seperti legalisasi perzinaan, homoseksual, pernikahan beda agama, dan bebasnya aliran sesat bergentayangan.

Bentuk sekularisme terparah di negeri mayoritas muslim, pernah terjadi di negara Turki, negeri yang pernah menjadi pusat kesultanan dan kekhalifahan Utsmani hampir selama lima abad ini, pada bulan Maret tahun 1924 diubah secara besar-besaran oleh Kamal Ataturk dengan dukungan negeri-negeri imperialis, menjadi negeri paling sekular, bahkan melebihi negeri-negeri Barat. Dikatakan demikian karena berbagai syiar Islam hampir semuanya dihapus, syariat Islam diganti dengan hukum Eropa, adzan dan shalat diubah dalam bahasa Turki, jilbab dan cadar wanita diganti dengan topi ala Barat (baru tahun 2013, Erdogan berhasil mencabut larangan ini),  Turki diputuskan hubungannya dengan dunia Islam. Bahkan haji sempat dilarang, beberapa masjid dan madrasah ditutup, pendidikan agama dilarang di sekolah umum, semuanya dianggap bertentangan dengan kemajuan dan sekularisme. Sampai saat ini Turki masih terus berjuang mengembalikan hak-hak keislaman yang dikeberi oleh para-para pendukung sekularisme.

Pada perjalannya, sekularisme sudah tidak lagi laku dijual, bentuknya saat ini tidak lagi radikal, sekularisme bahkan saat ini malu untuk mengangkat namanya, namun cara berfikir sekular tetap masih banyak yang menganutnya. Ia kini menjelma dengan sikap yang seakan-akan mengakomodasi agama namun ternyata selalu mencibir dan membuat berbagai peraturan yang menolak keterlibatan agama dalam hukum-hukum kehidupan, seperti penolakan terhadap peraturan atau undang-undang beraroma syariah.

Sekularisme Tertua
Sekularisme dapat dikatakan bentuk halus dari Atheisme, yaitu suatu keyakinan yang tidak mengakui kemestian beragama, secara bahasa memang berarti sebuah isme yang tidak bertuhan. Kelompok atheis seperti ini pun telah dihadapi para Nabi semenjak terdahulu, mereka disebut kelompok dahriyyin, mereka menolak pemikiran adanya kebangkitan kedua bagi manusia, oleh karenanya mereka hanya menyakini setelah mati selesailah kehidupan tidak ada balasan atas amal baik dan buruk. Cara berfikir seperti ini tentu akan menolak peran agama dalam kehidupan publik.

Salah satu bentuk sekularisme tertua dikisahkan Al-Qur'an dalam kisah Nabi Syu'aib 'alahissalam, beliau menghadapi kaum Madyan yang melakukan berbagai penyimpangan. Nabi Syu'aib 'alahissalam mengajak mereka hanya menyembah Allah `azza wa jalla, dan tidak melakukan kecurangan dalam sukatan dan timbangan, kaum Syu'aib pun merasa terganggu dengan turut campurnya Nabi Syu'aib 'alahissalam dalam urusan kehidupan mereka.

Dari pembahasan di atas, maka jelaslah Islam tidak akan sejalan dengan sekularisme, dan pertarungan ini telah dimulai oleh para Nabi sampai saat ini dimana kita menghadapi pertarungan tersebut. Maka cara terbaik memenangkan pertarungan ini dengan masuk ke dalam Islam secara menyeluruh (kaffah) dan tidak mengikuti langkah-langkah syetan. Wallahu A'lam.


(Sumber: Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Edisi No. 09 Thn.XLV, 14 Jumadil Akhir 1439 H/ 02 Maret 2018 M Oleh Aan Handriyani, M.Ag)

Post a Comment

 
Top