hikmah musibah

"Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebaikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang mereka kerjakan". (Q.S. At Thur : 21)

Segenap bangsa Indonesia sedang merasakan keprihatinan yang amat dalam, berkenaan dengan telah terjadinya gempa bumi beberapa waktu yang lalu.

Gempa itu pasti mengakibatkan penderitaan yang luar biasa bagi mereka yang terkena. Ditinggal mati orang tua, anak mantu, pasangan hidup, teman dan tetangga. Tempat tinggal yang raib ditelan bumi, harta benda yang ludes, dan lainnya. Sungguh suatu penderitaan yang amat dahsyat. Kita sempat mendengar dari rekaman video seseorang terus beristighfar berkata "tsunami, tsunami", lalu suaranya tidak terdengar lagi, kemungkinan beliau langsung ditelan ombak tsunami. Sementara itu musibah yang skalanya lebih kecil banyak sekali terjadi di hari-hari ini, mulai dari tabrakan bis antar kota, tenggelamnya kapal penyebrangan, kebakaran rumah atau perumahan, kebakaran SPBU, jatuhnya pesawat dan lain-lain.

Jika terjadi musibah atau bencana, paling tidak ada tiga penyebab dari terjadinya musibah tersebut. Pertama azab dari Allah `azza wa jalla, kedua ujian dari Allah `azza wa jalla, ketiga sunnatullah, hukum Allah atau orang bilang hukum alam.

Pertama, Jika musibah yang terjadi sekarang ini dikaitkan dengan dosa, adalah hal yang logis. Sebab kemaksiatan di negeri ini sudah demikian marak, miras dan narkoba sangat sulit dibendung, padahal berapa banyak anggaran BNN yang digelontorkan APBN, Korupsi semakin merajalela yang bikin kewalahan KPK, LGBT sepertinya susah dibendung bahkan konon didukung oleh pejabat penting di negeri ini, kerusakan lingkungan sudah sangat parah, sementara menurut para pengamat keadilan juga masih timpang, tajam ke lawan politik, tumpul ke kroni sendiri, dan seterusnya, dan seterusnya.

FirmanNya  menjelaskan tentang hal ini : "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya". (Q.S. Al Isra : 16)

Kedua, Jika musibah yang terjadi sekarang ini dikaitkan dengan ujian, artinya bangsa ini memang sedang diuji, khususnya kaum Muslimin agar semakin kuat dan teguh keimanannya, semakin berani menampakkan indentitasnya sebagai Muslim yang istiqomah. Memiliki ghirah yang tinggi menegakkan izzul Islam wal Muslimin. Tampil digaris depan melawan orang-orang atau kelompok yang selalu minor terhadap Islam dan Umatnya yang mayoritas di negeri ini.

FirmanNya dalam surat Al Ankabut sebagai berikut : "Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (Q.S. Al Ankabut : 2-3)

Ketiga, Jika musibah yang terjadi sekarang ini dikaitkan dengan sunnatullah atau hukum alam, hal inipun sangat logis. Karena seperti dijelaskan para pakar, sebagian besar lokasi kepulauan nusantara ini terletak di kawasan gempa, yang juga berpotensi tsunami, juga gunung-gunung berapi aktif yang tersebar di berbagai pulau.

FirmanNya dalam surat An Naml sebagai berikut : "Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat  dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Q.S. An Naml : 88)

Maka kalau boleh mengambil kesimpulan musibah-musibah yang terjadi akhir-akhir ini di negeri tercinta, sepertinya disebabkan oleh ketiga hal tersebut sekaligus.

Islam sebagai agama yang membimbing umatnya dalam suka dan duka, mengajarkan kepada kita bahwa dibalik setiap musibah ada hikmah yang bisa dipertik, untuk menjadi panduan hidup di hari-hari selanjutnya. Beberapa hikmah itu antara lain:

Pertama, Momentum untuk instrospeksi atau muhasabah. Setiap musibah yang menimpa kita, seyogyanya bisa kita jadikan untuk introspeksi diri atau muhasabah. Sejauh mana kita berperilaku di dunia yang fana ini. Ingatlah lima nasehat Abu Lais Asy Samarkandi dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin, berkata, Nasehat pertama adalah : "Pikirkanlah tentang dosa, karena anda tahu bahwa anda telah berbuat banyak dosa, tetapi anda tidak tahu, apakah dosa anda telah diampuni apa tidak".

Sahabat Umar bin Khattab rahimahulullah berkata: "Sesungguhnya hisab pada hari Kiamat akan menjadi ringan bagi orang yang selalu bermuhasabah waktu hidupnya di dunia".

Kedua, Momentum untuk bertaubat kepada Allah `azza wa jalla. Setelah kita mengakui bahwa amat banyak dosa yang telah diperbuat selama ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan taubat yang sungguh-sungguh, taubatan nasuha mumpung nyawa masih dikandung badan. Jangan terlalu berani mengandalkan kehidupan abadi di akhirat dengan kesenangan sementara di dunia, dengan bergelimang dalam dosa.

Allah `azza wa jalla berfirman dalam surat Al Hadid sebagai berikut:  "Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar". (Q.S. Al Hadid : 21)

Jadi menurut ayat ini untuk mendapat ampunan dan surga itu mesti dengan berlomba, tidak alon-alon asal kelakon. Berlomba dalam segala hal yang baik, berlomba dalam kesalehan yang sifatnya individual atau dalam kesalehan sosial.

Ketiga, Momentum untuk memperbanyak amal kebajikan. Karena Allah `azza wa jalla tidak pernah membocorkan tentang kapan kematian kita, di mana dan dalam kondisi apa, maka setiap Muslim harus selalu siap kapan saja dia dipanggil Allah `azza wa jalla. Lebih-lebih ketika banyak gempa terjadi. Persiapan tersebut dengan memperbanyak ibadah dan amal shalih, sebagai investasi ukhrowi.

Keempat, Momentum untuk mempertebal keimanan. Sahabat Abu Darda rahimahulullah dan para Ulama Tauhid menyatakan bahwa "al iimaanu yaziidu wa yanqushu = iman itu bisa bertambah bisa berkurang". Bertambah dengan ibadat berkurang karena maksiat.

Bagaimana mungkin seseorang beriman tidak akan bertambah imannya. Ketika dia merasakan sendiri gempa yang disusul tsunami dan semburan lumpur dari dalam tanah, Lalu menyaksikan sendiri kerabat yang di cintainya meninggal secara tiba-tiba.

Kelima, Momentum untuk mengingat terjadinya hari kiamat. Di akhir Desember 2004 pada hari-hari pasca tsunami Aceh yang maha dahsyat, saya pernah menulis "bayangkanlah ketika kita melihat ribuan orang berlari-lari dari kejaran tsunami, mencari tempat yang lebih tinggi, toh mereka terkejar juga", jadi ingat kisah Nabi Nuh beserta kaumnya, ketika sebagian besar kaumnya ditenggelamkan oleh Allah `azza wa jalla, termasuk anaknya sendiri, karena mereka ingkar kepada Allah `azza wa jalla.Sejatinya itu merupakan gambaran dari hari kiamat yang diimani dari hari kiamat yang diimani oleh semua agama, kecuali atheis.

Musibah yang terjadi seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan lain-lain, dampak dan penderitaannya tidak saja dirasakan oleh orang-orang dhalim yang telah berbuat dosa. Tetapi juga dirasakan oleh mereka orang-orang shalih dan ahli ibadat. Hal ini harus disadari oleh  semua orang. Oleh karenanya dakwah kepada mereka sangat perlu digencarkan.

Seperti Jakarta yang sering disebut Kota Maksiat sebetulnya  bisa juga disebut Kota Ibadat. Saya punya keyakinan jutaan orang Jakarta, ada juga mereka yang shalat tahajudnya tidak pernah ketinggalan, begitu pula shalat Jama'ahnya. InsyaAllah ketaatan inilah yang bisa jadi penolak bala di Ibu Kota. Wallahu 'alam bish shawab.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.47 Thn.XLV, 15 Rabi'ul Awwal 1440 H/ 23 November 2018 M Oleh KH Syarifuddin Mahfudz, MSi)

Post a Comment

 
Top