"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata". (Q.S. Al-Jum'ah : 2)

Di antara misi utama diutusnya Rasulullah, Muhammad ... adalah untuk mengajarkan kesucian hidup kepada umat manusia, tugas-tugas sebagaimana disebutkan pada ayat di atas, seakan merupakan jawaban dan kabulan terhadap do'a Nabi Ibrahim yang tiada lain adalah nenek moyang Nabi ... sendiri. Pada saat Nabi Ibrahim ... membangun Ka'bah bersama putranya, Ismail, beliau melantunkan sejumput do'a yang indah penuh harapan akan masa depan.

Dari lantunan do'anya itu terselip permohonan agar kelak di kemudian hari di tanah Mekkah yang gersang itu disiram dengan rahmat rizki yang melimpah, keamanan dan kesejahteraan yang merata, serta diutuskan seorang Rasul yang akan membimbing penduduknya dengan ajaran wahyu.

Isi dari do'a Nabi Ibrahim itu diabadikan oleh Al-Qur'an, di antaranya dalam surat Al Baqarah ayat 129, "Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seseorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al Hikmah (As Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al Baqarah : 129)

Nabi Ibrahim memanjatkan doa'nya pada saat membangun Ka'bah, kemudian Allah mengkabulkannya setelah ribuan tahun lamanya. Begitulah rahasia Allah dalam mengabulkan do'a seorang hamba-Nya, meskipun yang berdo'a itu seorang Nabi yang digelari sebagai kekasihnya, atau "al Khalil".

Meskipun ada kaitan antara do'a Nabi Ibrahim denga diutusnya Nabi Muhammad .. di Kota Makah, bukan hanya untuk penduduk Mekkah apalagi sekedar untuk keluarga dan anak cucu keturunan Nabi Ibrahim ..., melainkan sebagai karunia Allah untuk semua manusia yang mau beriman kepada-Nya.

Tugas Rasulullah mensucikan jiwa orang-orang yang beriman adalah membersihkan jiwa orang-orang yang beriman adalah membersihkan jiwa orang-orang yang beriman itu dari segala kotoran dan najis-najis ruhani. Sebab itulah Al-Qur'an menyebut orang-orang yang Musyrik sebagai najis. "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang musyrik itu adalah najis, maka janganlah sekali-kali mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini ..." (Q.S. At Taubah : 28).

Yang dimaksud "najis" atau kotor pada ayat di atas tentulah najis dalam pengertian ruhaninya, yaitu najis keyakinan atau aqidahnya disebabkan mereka menyembah berhala dan menyekutukan Allah dalam beribadah kepada-Nya, meskipun bisa saja secara fisik mereka elbih bersih dan lebih sehat daripada orang-orang yang bertauhid kepada Allah. Oleh sebab itu pula segala sembahan dan berhalapun dikatagorkan sebagai perkara yang najis pula. Sebagaimana firman-Nya, "Maka jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu ..." (Q.S. Al-Hajj : 30).

Allah ... telah menciptakan manusia dalam fitrah yang suci. Sebagaimna hadits Shahih menyatakan, "Tidak ada seorang bayi yang dilahirkan melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah (kesucian tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi". (Shahih Muslim).

Karena manusia tercipta dengan kesucian sejak awalnya, maka perjuangan manusia dalam hidup ini adalah perjuangan mempertahankan kesucian jiwa agar kelak menghadap Allah Sang Pencipta dalam keadaan suxi lagi. Kesuksesan dan kegagalan hidup manusi yang sesungguhnya adalah ditentukan oleh keberhasilan dan kegagalannya dalam mempertahankan kesucian jiwa.

Sebagaimana Allah ... firmakan, "dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". (Q.S. Asy Syams : 7-10).

Jadi, orang yang sebenar-benarnya beruntung, sukses dan berhasil dalam hidup, adalah mereka yang sukses mensucikan jiwanya, dan mereka yang benar-benar gagal serta merugi dalam hidup adalah yang gagal  membersihkan jiwanya, melainkan malah melumuri nya dengan segala kotoran dosa.

Membersihka jiwa tiada lain adalah dengan mendidik jiwa agar hidup dalam ketaatan kepada Allah, berjalan istiqamah di atas shirathal mustaqim, menjaga ketauhidan sampai akhir hayat, serta tidak terjerumus kepada perbuatan-perbuatan dosa yang mengotori jiwa manusia adalah syirik atau menyekutukan Allah dalam beritikad dan beribadah kepada-Nya. Setelah itu perkara-perkara yang mengotori jiwa manusia adalah segala dosa yang diakibatkan perbuatan hati, lisan maupun anggota badan. Perbuatan hati yang paling banyak mengotori jiwa manusia adalah kesombongan (takabbur), iri-dengki (hasad), rakus dan ambisi terhadap dunia (thoma), serta pamer dan gila popularitas (riya' dan sum'ah).

Dari tabiat hati yang najis di atas kemudian terucap menjadi amalan lisan yang buruk berupa sumpah serapah, kata-kata menghina, memfitnah, meng-ghibah dan sebagainya. Jika kekotoran hati dan lisan ini tidak dikendalikan, akhirnya memuncak pada peruatan jahat berupa tindakan keji dan munkar seperti perbuatan zina, mencuri, mabuk, dan berbagai kemaksiatan lainnya.

Dari semua kotoran hati, lisan dan perbuatan badan di ataslah lahirnya berbagai berbagai kerusakan tatanan kehidupan manusia di dunia ini. Oleh sebab masyarakat manusia adalah himpunan dari individu-individu, maka baik dan buruknya sebuah masyarakat sangat tergantung kepada kebaikan dan keburukan individu-individunya. Sementara kebaikan dan keburukan individu sangat ditentukan oleh baik dan buruknya hati mereka, sebagaimana ditegaskan oleh Nabi, "Ingatlah, sesungguhnya pada setiap tubuh itu ada segumpal daging, jika ia sehat maka akan sehatlah seluruh anggota badannya dan jika ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasadnya, ingatlah dia itu qalbu!" (Mutafaq Alaih).

Sehatnya hati tiada lain adalah bersihnya hati dari aqidah dan tabiat yang buruk yang kemudian menyehatkan seluruh amalan badan yang wujud dalam ketaatan ibadah dan kemuliaan akhlaq. Untuk itu, mengembalikan tatanan kehidupan manusia pada relnya adalah dengan mengembalikan manusia kepada aqidah yang benar, ibadah yang benar, serta akhlak yang mulia, dan inilah misi utama dari ajaran Islam yang dibawa Rasulullah ...

Karena demikian pentingnya pensucian jiwa dalam pandangan Islam, maka kita tidak heran jika semua syariat Islam diarahkan bagi terbentuknya pribadi-pribadi mukmin yang berjiwa suci. Bukan hanya sekedar kesucian lahir, tetapi juga kesucian batin. Hal ini tergambar dalam ungkapan Al-Qur'an, "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat (tawwabin) dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri (mutathah hirin)" (Q.S. Al Baqarah : 222).

Bertaubat dari setiap dosa adalah langkah utama bagi pensucian jiwa, sementara berthaharah adalah cara utama bagi pembersihan jasmani. Kedua-duanya perbuatan yang sangat dicintai Allah. Maka mafhum mukhalafahnya atau kebalikan maknanya, Allah sangat membenci orang-orang yang mengotori jiwanya dengan terus menerus dalam dosa serta membiarkan badannya dalam kondisi kotor dan kumuh.

Rasulullah ... menegaskan bahwa shalat laksana sungai dengan air yang bersih jernih mengalir deras berada di depan rumah seorang mukmin, ia dapat mandi setiap hari sebanyak lima kali. Apakah patut seorang muslim masih bergelimang dengan kotoran daki di badan nya?

Demikian juga ibadah zakat, ia disebut zakat karena memang ibadah yang membersihkan jiwa pelakunya dari tabiat kikir, rakus, dan cinta harta.

Ibadah shaum dan haji juga demikian. Setiap orang yang melakukannya dengan ikhlas, khusyu' dan mengharapkan keridhaan Alah, semuanya berfungsi membersihkan manusia dari dosa. Marilah kita semua berusaha dan berjuang dengan segenap kemampuan kita untuk membangun masyarakat dan umat yang bersih suci dengan membangun pribadi-pribadi yang suci. Wallahul Musta'an.

Dr. H. Jeje Zainuddin

Post a Comment

 
Top