"Dan (Ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga)  dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". (Q.S. Al-Baqarah: 124)

Pada masa Nabi Ibrahim hidup, mayoritas penduduk Babylonia adalah kaum musyrikin penyembah berhala. Hampir setiap suku punya patung khusus. Raja yang saat itu berkuasa adalah Namrud, seorang raja yang zalim suka menindas rakyatnya, bertingkah semuanya, pelaku kesyirikan, juga mempertuhankan dirinya sendiri. Hampir seluruh permukaan bumi dalam kekuasaannya yang berlangsung ratusan tahun. Suatu ketika, muncul sebuah bintang yang lebih terang dari bulan dan matahari. Menurut tukang tenung dan ahli nujum istana, akan lahir anak yang akan meruntuhkan kejayaannya. Mendengar ramalan ini, menjadi-jadilah kezaliman Namrud. Ia perintahkan tentaranya untuk membunuh seluruh anak dan mencegah hubungan antara suami istri.

Namun, Ibrahim tetap terlahir ke dunia dengan kuasa Allah. Beliau tetap terpelihara dengan baik hingga dewasa dan diangkat menjadi Rasul. Nabi Ibrahim adalah orang yang berani membela kebenaran dan mencela perbuatan kaumnya yang berbuat syirik, bahkan juga berani mendebat Namrud. Nabi Ibrahim ingin memperlihatkan kebatilan perbuatan mereka dengan debat terbuka, namun mereka tetap tidak bergeming. Namrud yang kalah debat hingga diam tidak berkutik, pun tidak mau mengakui keesaan Allah.

Suatu ketika, Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala itu dan meletakkan kapak yang barusaja dipakai di tangan patung terbesar yang disisakan. Hal itu dilakukan agar kaumnya mau menggunakan akal sehat. Namun kaum musyrikin Babylonia justru membuat makar untuk membunuh Ibrahim. Mereka sepakat mengeksekusi Ibrahim dengan cara keji, sadis, bengis, dan tak berpreikemanusiaan, yakni membakar hidup-hidup dengan api yang menyala sangat besar. Mu'jizat Allah terlihat jelas di pelupuk mata kaum musyrikin, api yang tadinya panas menjadi dingin menyejukkan bagi Ibrahim. Namun, mu'jizat ini tak mampu melunakkan hati mereka yang sudah membatu bagai berhala-hala yang mereka sembah, hingga mereka tetap berkubang dalam lembah nista kesesatan yang kelam.

Pasca tragedi maka kaumnya, Nabi Ibrahim dan keponakannya, Luth, serta istrinya Sarah, memilih hijrah dari negeri kaum musyrikin itu menuju negeri yang disucikan, Syam, lalu mengembara ke Mesir dan bertemu dengan Hajar di sana, lantas tinggal di Palestina. Beliau disana untuk beberapa waktu hingga Ismail lahir, lalu membawa keluarganya ke Makkah. Ismail kala itu masih bayi yang menyusui, dan Makkah adalah kota gersang tanpa penghuni. Ibrahim meninggalkan keluarganya di tempat itu.

Beberapa waktu setelah itu, Nabi Ibrahim kembali diuji kecintaannya kepada Allah dengan cara mengorbankan putra kesayangannya. Nabi Ibrahim mampu menyelsaikan setiap ujian itu dengan sempurna, sehingga Allah memuji dan mengangkatnya menjadi imam yang diteladani dan diikuti ajarannya. Allah berfirman: "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia ..." (Q.S. Al-Baqarah: 124)

Nabi Ibrahim kemudian memohon kepada Allah agar kepemimpinan itu tetap berkelanjutan hingga anak cucunya, kecuali orang-orang yang zalim tidak termasuk dalam permohonan ini, karena kepemimpinan ini dikhususkan hanya untuk keturunannya yang memiliki ilmu agama dan mengamalkan ilmunya. Allah berfirman: "Dan Kami anugrahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya'qub, dan Kami jadikan kenabian dan al-Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh." (Q.S. Al-Ankabut: 27). Maka kita melihat janji Allah ini adalah suatu yang benar adanya, seluruh kitab suci diturunkan kepada keturunan Nabi Ibrahim. Ini adalah anugrah yang sangat besar dan keistimewaan yang luar biasa.

Pantaslah Allah menjadikan beliau sebagai kesayangan-Nya (khalilullah). Allah berfirman: "... Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya" (Q.S. an-Nisa: 125). Menjadi kesayangan Allah, tak lantas menjadikan beliau sombong. Dalam satu riwayat dari Ishaq bin Yashar yang dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Qashas al-Anbiya', dijelaskan bahwa, "Ketika Allah memilih Nabi Ibrahim sebagai kesayangan-Nya, hati Ibrahim ditanamkan rasa takut yang luar biasa kepada Allah, sampai-sampai degupan jantungnya terdengar dari jauh seperti terdengarnya suaru burung yang terbang di atas langit." Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari kisah Nabi Ibrahim antara lain:

Kepribadian yang Islami
Kepribadian Nabi Ibrahim adalah kepribadian Islami, dimana beliau berserah diri secara total kepada Allah. Allah berfitman: "Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub, "Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim". (Q.S. al-Baqarah : 132) Seorang muslim harus mempertegas kepribadian atau jati dirinya sebagai muslim. Janganlah terombang-ambing oleh keadaan dan dirusak oleh lingkungan. Tapi justru sebaliknya, jadilah sebagai faktor pengubah keadaan jadi lebih baik dan perbaiki lingkungan sekitar dengan potensi yang dimiliki. Berupaya sungguh-sungguh dan berjuang keras menjadikan diri kita mirip dengan figur Nabi Ibrahim.

Kepatuhan Total dan Kesabaran Maksimal
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata, "Belum ada para nabi yang mendapatkan ujian dalam agama kemudian menegakkannya dengan sempurna melebihi Ibrahim." Bertubi-tubi ujian yang Allah berikan kepada beliau, namun beliau hadapi dengan sabar, sehingga beliau tergolong kedalam dagtar Rasul Ulul Azmi (memiliki ketabahan luar biasa dalam da'wah). Ujian-ujian yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim itu mengandung hikmah. Sebagai muslim tentu merasakan hikmah itu dalam bentuk ibadah yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan Islami kita, diantaranya adalah manasik (ibadah) haji, qurban, dan thaharah (bersuci) Firman Allah : "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim duji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.." (Q.S. al-Baqarah: 124)

Sifat yang Mulia
Di antara sifat mulia Nabi Ibrahim seperti dijelaskan Allah: "Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah." (Q.S. Huud:75). Beliau adalah seorang yang tidak mudah marah ketika berhadapan dengan kaumnya yang belum faham agama, namun tetap menunjukkan ketegasannya. Beliau adalah orang yang ingin agar siksaan kepada kaum Nabi Luth yang melampaui batas itu diundurkan, meskipun Allah tetap menentukan keputusan-Nya. Beliau juga orang yang sangat taat beribadah kepada Allah pada setiap waktu dan keadaan. Beliau mengedepankan cintanya kepada Allah di atas cinta kepada makhluk-Nya. Beliau senantiasa taubat kepada Allah, meskipun ibadah beliau sangat luar biasa. Beliau selalu berdoa dan tak pernah mengenal bosan dalam doanya.

Penutup
Tulisan singkat ini tentu tidak akan mampu menggambarkan kepribadian mulia Nabi Ibrahim secara utuh menyeluruh dan tak akan sangguap menuai hikmah darinya secara penuh. Namun, diharapkan tulisan ringkas ini mampu menjadi stimulasi atau penggugah bagi kita untuk terus mengarungi luasnya samudera hikmah kisah ini dan menyelami dalamnya lautan ibrah dari kepribadian mulia Nabi Ibrahim. Wallahu a'lam

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.37 Thn.XLIV, 24 Dzulhijjah 1438 H/ 15 September 2017 M Oleh Abdu Al-Muhaimin)

Post a Comment

 
Top