"Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana." (Q.S. Ali Imran : 97)

Ibadah haji sudah mulai disyariatkan sejak zaman nabi Ibrahim ... Nabi Ibrahim disebut juga sebagai Bapak tauhid, karena ia yang meruntuhkan semua patung patung sesembahan nenek moyangnya termasuk yang disembah oleh orang tuanya sendiri. Panggilan haji itu disampaikan ditengah tengah orang melakukan kesyirikan Allah ... berfirman :

"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh," (Q.S. Al Hajj : 27)

Jadi nabi Ibrahim ... telah menyeru kepada seluruh umat manusia sejak zaman beliau sampai ummat terakhir sebelum hari kiamat terjadi. Gelombang suara panggilan nabi Ibrahim itu terus menggema di udara dan akan didengar oleh setiap ummat manusia yang mau membuka telinganya.

Kemudian seruan nabi Ibrahim itu diseru kembali berulang ulang ribuan kali dalam setahun oleh para ustadz dari seluruh dunia dalam setiap pengajian atau majelis taklim. Kita ketahui bahwa ibadah haji itu termasuk dalam rukun Islam yang kelima, dan dinyatakan bagi yang sanggup melakukannya. Jadi jika seseorang telah mempunyai kesanggupan maka pada saat itu sebenarnya sudah ada panggilan dari dalam dirinya sendiri untuk segera menunaikan ibadah haji. Hanya saja manusia tidak mau jujur walaupun kepada dirinya sendiri, bahwa sesungguhnya ia sudah sanggup. Berbagai alasan diutarakan untuk meyakinkan bahwa sebenarnya dia belum sanggup.

Hukum Haji
Hukum haji adalah wajib sesuai  dengan firman Allah ... : "... mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah ...". (Q.S. Ali Imran : 97). Maka oleh sebab itu hendaklah bagi manusia yang telah mempunyai kesanggupan dan kemampuan untuk berhaji untuk menyegerakannya, dan jangan sekali-kali berpikir untuk menghindarinya dengan alasan keamanan atau merasa tidak mampu.

Orang yang hidup di zaman nabi, sahabat dan tabi'in, mereka semua mengabaikan alasan keamanan dan berusaha dengan segala resiko untuk dapat berhaji.

Motivasi Berhaji
Sebenarnya setiap amal ibadah yang kita laksanakan it seluruhnya akan kembali kepada pelakunya, bukan kepada orang lain, apalagi kepada Allah ... . Allah ... tidak butuh amalan hamba-Nya. Allah ... berfirman : "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri". (Q.S. Al Isra : 17)

Jadi sebenarnya amalan apapun yang kita kerjakan segala kebaikannya akan kembali kepada si pelakunya. Sehingga sebenarnya manusia itu tidak perlu lagi di motivasi, karena perhitungannya sudah jelas. Walaupun demikian Allah ... masih tetap memberi motivasi kepada hamba-Nya untuk bersemangat melakukan ibadah (haji). Nabi ... bersabda : "Tidak ada balasan (yang pantas) untuk haji mabrur kecuali surga". (H.R. Bukhari dan Muslim)

Setiap amal kebajikan yang dikerjakan pasti ada balasannya. Balasan dapat berupa ruhani seperti ketenangan hidup, ketenangan jiwa, ketenangan berpikir, tidak ada rasa takut, dan tidak ada rasa sedih. Bisa juga balasan itu berupa materi seperti harta atau kekayaan lainnya. Tetapi untuk haji mabrur maka  kata Nabi ... balasan yang setimpal untuk itu adalah surganya Allah ... . Di surga itu ketenangan jasmani dan ketenangan ruhani bergabung menjadi satu dan itulah yang pantas dan sepadan bagi haji mabrur. Semua itu untuk memotivasi manusia untuk segera berhaji.

Manfaat Haji
Selain balasan surga bagi haji mabrur, maka banyak lagi manfaat  haji mabrur yang akan diterima oleh si pelaku haji tersebut, di antaranya seperti yang disabdakan nabi ... berikut ini : "Amalan yang paling utama adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian jihad di jalan Nya, kemudian haji mabrur". (H.R. Bukhari dan Muslim)

Seseorang dinyatakan muslim apabila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat, mengakui keesaan Allah ..., dan mengakui Muhammad utusan Allah ... Hal itu menempati urutan pertama dalam urutan amalan paling utama, kemudian disusul dengan jihad dan terakhir haji mabrur. Itulah tiga amalan paling utama, dan haji mabrur termasuk di dalamnya.

Manfaar haji mabrur lainnya adalah : "Jihadnya orang yang lanjut usia, orang lemah dan wanita adalah haji mabrur" (H.R. An Nasa'i)
Jihad di jalan Allah ... seperti yang telah disebutkan termasuk amalan kedua setelah beriman kepada Allah ... dan Rasul-Nya, tetapi tidak semua orang bisa berpartisipasi dalam jihad ini, karena sifatnya berat. Orang yang telah berudzur (tua) kondisinya lemah, atau seorang wanita, maka peluang jihad bagi mereka itu kecil, atau mungkin tertutup sama sekali, maka bagi kelompok ini disediakan bagi mereka ibadah haji. Barangsiapa di antara mereka mendapatkan haji mabrur, maka mereka disetarakan dengan orang yang berjihad.

Sanksi Bagi yang Tidak Berhaji
Telah disebutkan di atas bahwa ibadah haji itu wajib bagi yang mampu mengerjakannya, dan bagi yang tidak mentaatinya maka ada sanksi bagi, Nabi .. bersabda : "Orang yang tidak tertahan oleh kebutuhan mendesak, atau sakit yang menghalanginya, atau larangan dari penguasa yang dzalim, tetapi ia tidak melaksanakan haji, maka tidak apa-apa baginya untuk meninggal dunia dalam keadaan Yahudi atau Nasrani." (H.R. Tirmidzi).

Jika tidak ada kebutuhan mendesak, maka seseorang wajib berhaji. Jika peluang haji yang ada tidak pergunakan maka jika ajalnya tiba maka ada dua cara kematian yang tersedia baginya yaitu mati dalam beragama Yahudi atau Nasrani. Inilah dua pilihan yang disebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai pilihan simalakama, jika dipilih ibu mati dan jika tidak dipilih bapak yang mati.

Masalah Mahram
Di samping permasalahan di atas ada lagi masalah lain, yaitu wanita yang pergi sendirian tanpa ditemani oleh mahramnya. Karena dalam Islam, seorang perempuan jika hendak bepergian maka hendaklah ia pergi dengan mahramnya. Nabi ... bersabda : "Hendaklah seorang wanita tidak melakukan safar sejauh (perjalanan) semalam kecuali jika bersama dengan mahram". (H.R. Muslim)

Solusi dari masalah ini sudah banyak sudah banyak pendapat para Ulama, di mana satu pendapat berbeda dengan pendapat lainnya, sehingga belum ada yang bisa dijadikan sebagai pendapat jumhur ulama. Dalam kitab Subulussalam yang ditulis oleh Muhammad bin Ismail diberikan beberapa pendapat sebagai berikut :

Pendapat dari ulama Syafi'iyah mengatakan bahwa jika kondisi perjalanan aman, maka seorang wanita boleh berhaji sendirian. Dikatakan juga bahwa seorang wanita bisa berhaji bila perginya bersama dengan wanita lain, ada juga yang mengatakan bahwa jika wanita itu memiliki rasa malu, maka ia bisa bepergian sendirian. Masih ada lagi pendapat yang lain tetapi semua pendapat itu masih belum menjadi kesepakatan jumhur ulama. Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ibadah haji wanita yang dilakukan tanpa disertai mahramnya maupun ibadah haji orang yang tidak mampu, hukumnya sah, karena semua persyaratan yang diperlukan untuk menunaikan haji telah terpenuhi.

Sebagai suatu kesimpulan maka dianjurkan kepada setiap ummat Islam untuk selalu berazzam untuk bisa melaksanakan ibadah haji, walaupun terkadang salah satu persyaratan untuk beribadah haji tidak terpenuhi seperti alasan keamanan. Demikian pendapat Ibnu Taimiyah. Selamat berhaji dan semoga mendapat haji mabrur. Wallahu A'lam.

Sofyan Helmi Tanjung

Post a Comment

 
Top